BROMO: SELAMAT ULANG TAHUN #2
“Bertahun-tahun ku lewatkan tanpa perayaan, ulang
tahun kali ini harus menakjubkan”
Udara
dingin dan sepinya keadaan homestay membuat alarm yang biasanya membangunkanku
terdengar lebih nyaring. “Mungkin alarm ini juga ikut bersemangat” Celetukku
sembari meraih handphone dan
mematikannya. Hari ini adalah hari ulang tahunku, aku masih tidak menyangka
bahwa ketika kedua mata ini terbuka aku benar-benar berada di tempat yang berbeda.
Sebuah kamar di salah satu homestay di
Cemoro Lawang, desa terdekat dengan Bromo. Hitungan jam nanti aku akan berada
di tempat berbeda lainnya, Penanjakan. Penanjakan adalah lokasi terbaik untuk
menikmati sunrise, ada dua lokasi berbeda sebenarnya, Penanjakan satu dan Penanjakan
dua. Penanjakan dua terletak lebih rendah dari Penanjakan satu, itulah mengapa
Penanjakan satu lebih diminati dan itu adalah tujuanku setelah ini.
Suasana
pagi atau lebih tepatnya subuh di Cemoro Lawang benar-benar berbeda. Masih
teringat jelas bagaimana sepinya tadi malam waktu pertama kalinya aku
menginjakan kaki disini, tapi sekarang, ada begitu banyak Jeep terparkir di
jalanan yang tadi malam sangat lengang.
“Sudah
siap mbak?” Sapa bapak ojek mengawali hari.
“Sangat
siap pak” Jawabku bersemangat.
Kami
berkendara menembus dinginya udara pagi, sangat dingin dan semakin dingin
begitu kami memasuki lautan pasir. Dalam hitungan detik tubuhku benar-benar
membeku, mataku tak bisa beralih, bukan, bukan karena udara yang dingin ini,
tapi pemandangan dihadapanku. Aku tidak bisa berhenti berdecak kagum melihat
apa yang ada dihadapanku saat ini. Bukit-bukit di hadapanku tampak seperti
lukisan, sesekali cahaya bulan menyinarinya dan membuatnya semakin indah,
benar-benar indah, perbukitan ini, cahaya bulan dan sinar dari bintang-bintang
di langit, membuatku lupa bahwa tanganku sudah membeku dan mati rasa. Aku
menyatu dengan alam, hanya aku, alam dan kesunyian ini.
“Beruntung
sekali lautan pasir masih sepi dari jeep-jeep tadi, setidaknya perjalanan ini benar-benar
diperuntukan untukku” Ocehku sambil sesekali menghangatkan tanganku. Melewati
lautan pasir dengan sepeda motor benar-benar memberikan pengalaman yang
berbeda, sering kali kurasakan dinginnya angin menghempas wajahku dan membuatku
semakin beku, beberapa kali ban motor kami terpeleset di pasir tapi dengan
kemampuan berkendara bapak ojek ini, tak pernah sekalipun kami terjatuh. Menakjubkan!
Saking serunya menikmati perjalanan aku sampai lupa bahwa Tanti tertinggal jauh
di belakang.
Sesekali
kami berhenti untuk menunggu Tanti, lalu kembali melanjutkan perjalanan bersama-sama,
kembali melaju memasuki jalanan yang menanjak curam dan berkelok-kelok. Semakin
mendebarkan, semakin tinggi kami berkendara semakin aku bisa melihat bulan
dengan sangat jelas, membuatku seakan-akan bisa meraihnya. Aku berteriak ke
arah Tanti dan bilang bahwa semua ini menakjubkan, benar benar menakjubkan,
mungkin jika aku werewolf maka saat
ini aku akan mengaum mengagumi bulan.
Tidak
selang berapa lama kami sudah memasuki ujung dari jalanan, pusat keramaian yang
sedari tadi aku cari. Ada banyak warung berjejer di sepanjang jalan menuju sunrise view point, bahkan banyak yang menyewakan jaket disini. Setapak
demi setapak, kami langkahkan kaki kami semakin dekat dengan tujuan kami.
Ramai, terlalu ramai bahkan, aku melihat begitu banyak orang sudah memadati sunrise view point ini. Kami mencoba mencari sudut yang tepat untuk menikmati
sunrise, langit masih gelap, mataku belum menangkap cahaya apapun dari timur.
Aku
mencoba membiasakan diri dengan keramaian ini, keramaian yang membuatku sulit
menemukan tempat untuk sekedar berdiri menanti terbitnya matahari. Perlahan-lahan
mataku mulai menangkap cahaya dari timur, cantik sekali, aku terus terpaku
dengan cahaya itu, mengabaikan bagaimana berisiknya wisatawan lain. “Huh, tidak
bisakah mereka diam dan menikmati ini semua” Gerutuku mengutuki orang-orang
yang malah asik ngerumpi.
 |
Panorama dari Penanjakan satu |
“Neng,
kita kesana aja neng, Bromonya kelihatan dari sana neng” Tanti mengajakku pindah
posisi. Aku melihat pagar kawat dan beberapa orang melewatinya. Aku dan Tanti
tidak melewatkan kesempatan, kami pun ikut menyelinap di balik pagar kawat itu.
 |
Penanjakan satu, Bromo 18-10-2013 |
Sesekali
aku abadikan indahnya panorama dihadapanku, bersyukur karena aku masih diberi
kesempatan untuk menikmatinya. Tanti mengeluarkan kue yang sedari tadi berada
di dekapannya, menancapkan lilin-lilin yang menunjukan berapa usiaku lalu
memberikannya kepadaku. Air mataku menetes, keinginanku tercapai, aku berada di
Penanjakan, di hadapanku gunung Bromo, gunung Batok dan gunung Semeru, membawa
kue ulang tahun sederhana untuk merayakan pertambahan usiaku. Indah sekali,
airmataku terus mengalir, aku sesenggukan mencoba menghentikannya,
berterimakasih untuk semuanya hingga semua ini dapat aku nikmati. Aku sudah
tidak peduli lagi dengan banyaknya mata yang mengarah dan menatapku, ini semua
milikku, perjalanan ini di ciptakan untukku. Terimakasih Tuhan terimakasih
untuk kebaikanMu, terimakasih telah mengijinkanku mencicipi secuil kebaikanMu di
tengah indahnya alam buatanMu.
 |
Bukit Gorilla, Bromo 18-10-2013 |
Kami
mampir ke bukit Gorilla sebelum kami melanjutkan perjalanan ke Kawah Bromo.
Bukit Gorilla berada tepat di bawah Penanjakan satu, tempat yang lebih sepi,
belum banyak wisatawan yang mengetahuinya. Tempat yang tepat untuk menikmati
sunrise jika kamu tidak suka dengan keramaian yang ada di Penanjakan satu.
Bapak ojek yang mengantarku mengaku bahwa awalnya dia ingin menawariku untuk
mengantarku ke Bukit Gorilla, tapi dia takut, takut jika aku menganggap dia
ingin melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, mengingat Bukit Gorilla ini
memang terletak sedikit tersembunyi.
Puas
menikmati panorama dari Bukit Gorilla, kami pun kembali berkendara menuju Kawah
Bromo. Banyak bekas jejak Jeep-jeep yang melewati lautan pasir, membuat motor
kami sedikit kesulitan mencari jalanan yang bagus untuk di lewati.
Disaat
semua Jeep berhenti dan parkir jauh sekali, kedua motor kami melaju dan membawa
kami semakin dekat dengan tangga untuk naik ke Kawah. “Salah satu keuntungan
naik motor” Celetukku sombong, melihat pengguna Jeep berjalan lebih jauh dari
kami.
 |
Menikmati Kawah Bromo |
Ada
banyak penduduk lokal yang menyewakan kuda-kudanya untuk dinaiki dan mengantar
para wisatawan sampai ke tangga Kawah, tapi harga yang ditetapkan cukup tinggi,
membuat kami memilih untuk berjalan kaki. Cukup sulit berjalan di tengah lautan
pasir, setiap kali angin berhembus, setiap kali itu juga pasir menghempas kami,
belum lagi bau kotoran kuda. Paket sempurna. Aku tidak ingat dengan pasti
berapa lama yang kami butuhkan untuk sampai di bibir Kawah, tapi semua itu
sangat sebanding dengan apa yang kami dapatkan dari atas sana. Pemandangan dari
bibir kawah sangat mempesona. Gunung Batok terlihat sangat jelas dan sesekali mengamati
bagaimana aktifnya Kawah Bromo sangat sebanding dengan perjuangan untuk sampai
disana.
Puas
menikmati Kawah Bromo, kami pun beranjak ke Bukit Teletubies.
“Biasanya
disekitar sini hijau banget mbak kalo gak musim kemarau” Bapak itu menjelaskan
bagaimana indahnya tempat yang kami lewati yang saat itu memang sedikit
menyedihkan, gersang dan kering kerontang.
Aku
mendapati pemandangan yang berbeda di Bukit Teletubies ini. Perbukitan-perbukitan
hijau, berbeda jauh dengan jalanan yang tadi kami lewati, berbeda jauh dengan
hampanya lautan pasir dan panasnya matahari yang menyengat kami. Disini, di
tempat dimana aku berada sekarang, ingin rasanya aku memeluk seseorang, membuat
salah satu adegan di serial televisi anak-anak, Teletubies, menjadi nyata.
 |
Bukit Teletubies |
Mengabadikan
beberapa jepretan, lalu kami pun pindah ke Pasir Berbisik. Pasir Berbisik
adalah lokasi yang ternyata daritadi kami lewati, Lautan Pasir yang kami
lewati. Lokasi ini dinamakan Pasir Berbisik karena setiap kali angin berhembus
dan menciptakan suara berbisik.
 |
Bukan SPG Motor |
Salah
satu motor yang kami gunakan kehabisan bensin di tempat ini. Membuat kedua bapak
ojek kami berboncengan dan kembali ke Cemoro Lawang untuk membeli bensin,
meninggalkan kami di Pasir Berbisik, hanya berdua. Tak ada lagi Jeep-jeep di
lokasi ini, kami benar-benar di tinggal berdua. Sepi sekali, hanya hembusan
angin yang sesekali terdengar, benar-benar menakjubkan, membuatku kembali
merasakan bahwa kehabisan bensin adalah rencana Tuhan untuk membuatku menikmati
tempat ini lebih lama lagi. Lagi-lagi air mataku menetes, aku melihat
sekelilingku dan tak henti-hentinya bersyukur. Ini memang lokasi terakhir di
perjalananku ke Bromo, tapi setelah ini ada satu perjalanan lain yang sudah
menungguku.
The End
bikin iri ya
ReplyDeleteaku dulu mahal2 naik jeep pemandangan kehalang kabut
aku naik ojek kuat g yah motornya :(
Hahahahaahaaa kuatlah om cui om cui :D
DeleteWin...postingan yang ini kok beda ya bahasanya..
ReplyDeletesok puitis ( ga kayak winda yang biasanya )
hehehe.....
lagi beralih haluan ke sastra kah ???
:D
jelek ya naa ? :(
DeleteTapi kupluk nya lucu banget hahahaha. Jadi kangen bromooooooooo
ReplyDelete