TEROR DI SAMOSIR
Gue
sampai di Parapat jam 5 sore lewat sedikit. Awalnya gue berencana menginap di
Parapat 1 malam, lalu keesokan paginya gue menyeberang ke Samosir. Gue sudah
booking penginapan di Tuk-Tuk beberapa minggu sebelumnya. Tapi dikarenakan gue
sampai di Parapat sore hari, gue pun memutuskan untuk menyeberang ke Samosir
sore itu juga. Gue menghubungi penginapan yang gue tuju, dan menanyakan apakah
masih ada kamar yang tersedia untuk malam ini. Beruntung, masih ada kamar yang
tersedia. Sayangnya kamar yang tersedia sedikit lebih mahal dibanding kamar yang
sudah gue booking untuk keesokan harinya. Lebih mahal Rp. 25.000 sih, tapi
sebagai backpacker agak nggak ikhlas juga harus bayar kamar yang lebih mahal
(antara kere dan medit, you know what I mean? Haha). Tapi mau gimana lagi,
hanya penginapan ini yang terlintas di kepala. Dan memang penginapan inilah yang
banyak direkomendasikan backpacker di luar sana. So, here I am. Berada di kapal
untuk segera menyeberang ke penginapan gue di Tuk-Tuk.
Suasana
di Pelabuhan Tiga Raja sore ini tidak terlalu ramai. Beberapa penumpang bergantian
untuk naik ke kapal. Mostly, penumpangnya adalah turis asing. Sembari menunggu
kapal diberangkatkan, mereka semua asik memotret keindahan Danau Toba.
Sedangkan gue? Gue cuma duduk di salah satu sudut sembari menahan lelah.
Perjalanan ini adalah salah satu perjalanan yang cukup menguras energi gue.
Dari Solo, gue harus naik kereta api ke Jogja. Dari Jogja gue terbang ke Medan.
Dan sampai di Medan, gue masih harus melanjutkan perjalanan ke Parapat dengan
Nice Trans (baca: Cara menuju Danau Toba dari Kuala Namu). Hampir 12 jam gue di jalan. Gue bahkan belum sempat untuk makan
apapun dari pagi. Dan gue masih harus sabar menunggu jam 6 sore, jadwal dimana
kapal baru akan diberangkatkan.
![]() |
Di atas kapal menuju Tuk-Tuk |
Cukup
lama menunggu, kapal pun perlahan meninggalkan Pelabuhan Tiga Raja. Sore mulai
berganti malam. Pelan namun pasti langit pun berubah menjadi gelap. Belum lama
kapal berlayar, rintik-rintik hujan mulai turun membubarkan kerumunan penumpang
yang sedari tadi sibuk mengabadikan keindahan Danau Toba (sepasang turis asing yang
dari tadi asik ciuman di sebelah gue juga ikutan bubar! Syukurlah, gue terbebas
dari mereka). Beberapa penumpang mulai masuk ke dalam kapal. Diiringi hujan
yang kian lama kian mengganas dan menjadi hujan deras. Beberapa penumpang sudah
mulai panik. Hujan disertai angin menyerang
kami dari berbagai arah.
![]() |
Suasana saat hujan angin di kapal |
“Huff..
untung aja gue bawa jas hujan”, gue pun langsung mengenakan jas hujan plastik
berwarna merah di tengah bule-bule yang lagi kebasahan. You know what I feel
that time? Gue merasa sedikit pintar dibanding mereka. Hehehe. At least,
persiapan gue matang. Halah!
Kapal
mulai berlabuh. Kapal berlabuh di satu penginapan ke penginapan lain sesuai
dengan tujuan para penumpang. Sekarang giliran gue, gue diturunkan tepat di
dermaga penginapan yang gue pesan. Gue berharap ada salah satu staff-nya
menyambut gue dengan payung. Tapi nihil. Nggak ada satupun yang menyambut gue. Lagian
siapa yang mau menyambut tamu di tengah hujan deras seperti ini. Apalagi
tamunya menginap di kamar yang paling murah. Yucks!
Gue
berlarian menaiki tangga untuk menuju ke resepsionis. Ruang resepsionis berada
di bangunan yang sama dengan restoran hotel.
“Ah,
lapar sekali. Pengen cepet-cepet ke kamar terus mandi dan makan”, gumam gue
sembari melihat beberapa tamu sedang asik makan di restoran.
Gue
disambut oleh salah seorang staff wanita. Staff itu memberi gue kunci kamar dan
menjelaskan bahwa besok siang gue harus pindah ke kamar yang lebih murah
seperti pesanan gue sebelumnya. Ya itu berarti, gue akan menginap di 2 kamar
berbeda selama 2 malam di sini. Setelah menyetujuinya dan menyerahkan KTP, gue pun diantar menuju ke kamar gue. Gue harus
menaiki beberapa tangga untuk sampai di kamar. Begitu kamar dibuka, gue
dikagetkan dengan keberadaan tiang penyangga di tengah-tengah kamar. Ada 2
tiang penyangga yang cukup besar berada di tengah-tengah kamar ini.
Nggak
ada satupun pikiran negatif terlintas saat itu. Gue langsung memotret setiap
sudut kamar dan meng-upload salah satu foto kamar ini di facebook. Setelah itu
gue pun langsung mandi dan berganti pakaian. Setelah mandi, gue mulai
memperhatikan keadaan di sekeliling kamar gue. Gue mengintip dari jendela, dan
ternyata di seberang jendela gue adalah tempat parkir. Gue juga mendengar
beberapa langkah kaki dari kamar atas. “Syukurlah, ada tamu yang menginap di
atas, jadi gue nggak akan merasa sendiri”, pikir gue kala itu. Gue pun langsung
beranjak menuju restoran. Hujan sudah sedikit agak reda. Gue mulai bisa melihat
keseluruhan penginapan ini. Ada beberapa kamar lain yang berada nggak jauh dari
kamar yang gue tempati. Ada juga yang berada cukup jauh di atas dan lebih
tinggi. Rata-rata penginapan di sini memang terpisah karena kontur tanahnya
seperti perbukitan. Setiap bangunan hanya berisi 2 kamar.
![]() |
Ini kamar pertama gue, nggak serem kan? |
Sesampainya
di restoran gue langsung memesan makanan, makan dan langsung kembali ke kamar.
Gue ingin segera istirahat agar besok fit saat berkeliling pulau Samosir. Sesampainya
di kamar, gue pun langsung merebahkan tubuh gue di kasur dan mengambil
handphone gue. Gue membuka facebook dan membuka komentar beberapa teman tentang
foto kamar yang gue upload sebelumnya. Beberapa teman bilang kamar gue terlihat
menyeramkan. Gue pun agak bingung bagian mana yang seram. Menurut gue kamar ini
sangat cocok untuk liburan. Oke, gue memang liburan sendiri jadi mungkin agak
kesepian nantinya apalagi kasurnya ada 2. Tapi seram? Come on, kamar ini jauh
dari kata seram. Salah satu dari mereka bilang 2 tiang penyangga yang ada di
tengah kamar ini terlihat menyeramkan. Hmm, kalau 2 tiang penyangga ini sih
memang agak sedikit nggak wajar penempatannya. Gue sendiri agak bingung mau
tidur hadap mana. Karena dulu tante gue pernah bilang kalau kita nggak boleh
tidur menghadap ke tiang penyangga rumah kita. She said something about
“nyonggo bumi”, kalau nggak kuat katanya bisa mati. Wih, dan sekarang dihadapan
gue ada 2 tiang penyangga. Dan kedua kasur di kamar ini persis menghadap ke
kedua tiang penyangga itu. “Ah, masa bodoh ah!”, gue nggak mau ambil pusing dan
langsung tidur.
Cukup
lama gue terlelap malam itu. Namun tiba-tiba gue terbangun. Nggak ada yang
membangunkan gue. Gue hanya terbangun. Begitu saja. Gue memandang ke sekeliling
kamar, nggak ada apa-apa. Gue mengambil handphone dan melihat jam ternyata
sudah jam setengah 4 pagi. Sudah mendekati pagi dan nggak terjadi apa-apa. See?
Kamar ini memang nggak seram. Gue pun merasa nyaman berada di kamar ini. Gue
bahkan mulai berpindah posisi tidur. Yang tadinya gue tidur menghadap ke arah
tiang penyangga. Sekarang gue memindahkan kepala gue 180 derajat ke dekat tiang
penyangga itu. Jadi jarak kepala gue dan tiang penyangga kira-kira 3 langkah
jauhnya. Gue kembali terlelap. Tapi kali ini berbeda, gue merasa ada sesuatu di
bawah selimut gue. Sesuatu yang sangat besar. Dia keluar. Gue melihat sosoknya.
Tubuhnya sangat besar. Dia terlihat sangat marah. Anehnya, gue nggak bisa
melihat wajahnya dengan jelas. Dia menindih tubuh gue. Gue nggak bisa bernapas.
Sesak sekali. "Tolong! Tolong! Siapapun ku mohon tolong aku!". Gue terus
berteriak, gue mulai menyebut dalam nama Tuhan Yesus terus menerus. Gue mencoba
untuk membebaskan diri. Rasanya sangat sesak.
“Aarggghhhhh!!!”,
gue membuka mata. Cuma mimpi! Nafas gue tersengal-sengal. Gue langsung duduk
dan membalikkan tubuh gue ke arah tiang itu. Gue ketindihan? Di Samosir? Fix,
penunggu kamar ini ngajakin gue kenalan! Gue langsung berlari menuju kamar
mandi untuk mandi dan pergi dari kamar itu.
Gue
masih memikirkan kejadian malam itu. Gue nggak tahu sejak kapan, tapi gue
memang punya kebiasaan ketindihan di tempat-tempat yang memang ada penunggunya.
Gue sendiri kadang agak nggak percaya kalau setiap kali ketindihan. Tapi gue
sangat yakin ada sesuatu di kamar itu. Suatu sosok dengan tubuh yang sangat
besar.
Hari
ini gue pindah kamar. Gue agak khawatir kalau gue dapet kamar yang menyeramkan
lagi. “Gue ke sini kan mau liburan bukan mau uji nyali. So, please let me enjoy
my night!”, gerutu gue dalam hati.
Gue
dipindahkan ke kamar yang lebih murah. Kamar gue kali ini letaknya berada di
paling atas, paling ujung dan sangat jauh dari bangunan restoran dan
resepsionis hotel. Ada banyak tangga yang harus gue lalui untuk menuju ke kamar
ini. Sial! Kenapa malah paling ujung gini kamarnya! Nggak ada bangunan kamar
lain di samping kamar gue. “Eh, apa itu di belakang kamar gue!”, gue mulai
memperhatikan lingkungan di sekitar kamar. “Oh mannnnn, itu kuburan! Iya,
itu kuburan! Ada 2 kuburan tepat di belakang kamar gue! Yaela, mending 2 tiang
penyangga ini mah! Daripada 2 kuburan! Ya, Tuhan!” Gue mulai panik.
Kali
ini gue menempati kamar di bagian atas. Kalau di kamar sebelumnya gue
bisa denger suara langkah kaki. Kali ini gue nggak bisa denger apa-apa. Gue
nggak begitu yakin ada orang di kamar bawah bangunan ini atau nggak. Gue sempat
tanya ke staff hotel yang mengantar gue, apakah ada yang menginap di kamar
bagian bawah. Dia bilang ada. Jangan khawatir! Ya, semoga memang ada!
Siang
ini gue berencana ke Tomok untuk membeli oleh-oleh untuk Tanti. Kebetulan gue
sudah menyewa sepeda motor untuk berkeliling Samosir seharian. Sayangnya, siang
ini hujan turun tanpa henti. Membuat gue memutuskan untuk tidur dan
menghabiskan waktu di kamar. Deg-degan banget rasanya setiap ingat kalau di
belakang kamar gue ada 2 kuburan. Tapi, gue harus strong! Semoga nggak diganggu
kali ini!
![]() |
Dibalik tembok itu adalah kuburan |
Sudah
lumayan lama gue tidur. Waktu gue bangun, ternyata hujan belum berhenti. Gue
pun memutuskan untuk mengembalikan kunci sepeda motor ke penginapan. Gue nggak
mau kalau harus kena charge biaya sewa sepeda motor. Agak sedih sih rasanya, gue
cuma pakai 4 jam aja tapi gue harus bayar full biaya sewa 8 jam. Ah, gondok
gue! Kenapa juga harus hujan dari siang?!
Waktu
berlalu sangat cepat. Nggak kerasa waktu sudah hampir menunjukkan jam 8 malam.
Gue pun turun ke bawah untuk ke restoran. Penerangan di tangga untuk ke
restoran sangat minim. Gue bahkan harus menyalakan senter di handphone gue
untuk membantu gue menapaki langkah dengan tepat. Hujan belum berhenti juga.
Gue memesan makanan, makan lalu kembali ke kamar. Udara sangat dingin sekali,
nggak banyak tamu yang datang ke restoran saat itu. Sesampainya di kamar, gue
pun langsung merebahkan diri ke kasur. Ternyata gue agak kesulitan tidur malam
ini. Sudah hampir jam 11 malam tapi gue masih belum bisa tidur. Mungkin karena
tadi siang gue sudah tidur jadi malam ini nggak begitu ngantuk. Agak bete juga
rasanya di kamar sendirian begini. Nggak ada TV, nggak ada hiburan, cuma
samar-samar ada suara karokean entah dari mana. Gue pun memaksakan mata gue
untuk terpejam. “Ayo tidur, besok harus melanjutkan perjalanan ke Banda Aceh!”.
Nggak
terasa ternyata gue sudah ketiduran cukup lama. Namun anehnya, lagi-lagi gue
terbangun tapi kali ini gue terbangun karena ada suara ketukan di pintu kamar.
DEGG!!! “Suara apa itu? Siapa yang mengetuk pintu kamar gue malam-malam
begini?”, gue mulai takut. Gue takut kalau itu maling. Gue sendirian di sini.
Kalau dia memaksa masuk terus gue dirampok bagaimana. Iya kalau cuma dirampok,
kalau gue diperkosa dan dibunuh. DAMN! Suara ketukan itu masih terdengar. “TOK!
TOK TOK!” TOK! TOK TOK!” begitu terus. Gue langsung ambil handphone dan melihat
jam. Dan kalian tahu jam berapa sekarang? Jam setengah 4 pagi! Persis seperti jam
dimana gue terbangun di malam sebelumnya. Duh kok bisa kebetulan begini ya!
Gue
mencoba bangun dari tempat tidur. Gue mendekati pintu kamar. Suara ketukan itu
berhenti. Tapi anehnya, gue merasa ada orang berjalan di belakang kamar gue.
Duh, jangan jangan malingnya mau masuk lewat jendela. Gue makin ketakutan. Gue
langsung menoleh ke arah jendela. Dan saat itu juga, gue melihat sekelebat
bayangan putih di jendela. OMG! Apa itu?!! Jangan bilang ini penunggu kamar
yang mau ngajakin gue kenalan lagi. Ya, Tuhan! Gue langsung balik ke kasur dan
ambil handphone dan mencoba menelpon Tanti. Gue butuh temen untuk ngobrol, gue
nggak bisa mengatasi rasa takut gue sendirian. Gue berkali-kali menelpon Tanti,
tapi nggak diangkat. Ya iyalah nggak diangkat! Gue mulai panik. Gue menutupi
tubuh gue dengan selimut. Gue merasa seluruh tubuh gue dingin. Kepala gue mulai
berat. Sekeliling gue sangat sepi. Nggak ada suara apapun. Suara ketukan di
pintu sudah hilang. Tapi gue masih merasa kalau ada seseorang di belakang kamar
gue. Gue merasa kalau gue nggak sendirian. “Aaaaaaahhh”. Tiba-tiba gue
mendengar sebuah suara. Suara itu berasal dari belakang kamar gue. Gue
mendelik. Masih nggak percaya. Seluruh tubuh gue merinding. Gue langsung ambil
handphone. Gue coba menelpon Tanti lagi. Tetap nggak diangkat! Gue bingung! Gue
harus bagaimana. Suara apa itu tadi?! “Aaaaaaahhh”. Suara itu terdengar lagi kali
ini disusul dengan suara gonggongan anjing. Gue panik sepanik-paniknya. “Aaaaaaahhh”.
Suara itu terdengar makin jelas. Kampret! Ini mah jelas suara cewek! Gue kalang
kabut. Nafas gue berat. Gue coba telpon ke penginapan. Nggak ada yang mengangakat.
Duh, kok resepsionisnya nggak 24 jam sih! Gue harus bagaimana. Aduh jangan
sampai gue dilihatin. Cukup! Please cukup! Suara aja ya! Gue jangan dilihatin.
Gue mulai mikir nggak karuan. Tiba-tiba Tanti telepon. Ya Tuhan, terimakasih.
Gue pun ngomong ke Tanti semua kejadian yang gue alami. Suara ketukan pintu,
sekelebat bayangan putih di jendela dan suara rintihan wanita dari belakang
kamar gue. Tanti berusaha menenangkan gue. Gue mulai agak tenang. Gue coba
berfikir positif. Setelah cukup lama ngobrol bareng Tanti di telpon, gue pun
memutuskan telpon dan mencoba untuk kembali tidur.
Teror
belum berakhir. Gue masih merasa kalau gue nggak sendiri. Gue yakin ada sesuatu
di belakang kamar gue. Gue terus mencoba untuk memejamkan mata. Gue tarik
selimut dan saat itu juga lampu di kamar gue tiba-tiba MATI. ANJRIT! Apalagi ini?! Gue
panik sejadi-jadinya. Gue pengen lari ke bawah dan ngetok-ngetok kamar di
bawah. Tapi gimana kalau nanti pas gue buka pintu kamar, gue ketemu hantunya?!
Ah, gue nggak bisa berpikir logis! Gue ambil handphone, gue langsung nyalain
senter di handphone dan menelpon Tanti kembali. Gue kaku di atas kasur. Gue
sangat ketakutan. Tanti coba menguatkan gue. Tanti menyuruh gue mengecek apakah
yang mati lampu cuma di kamar gue atau di seluruh penginapan. Gue pun
memberanikan diri untuk turun dari kasur dan berjalan menuju ke jendela. Gue
coba mengintip dari jendela. Semuanya GELAP! Seluruh penginapan mati lampu. Gue
langsung berlari ke kasur. Gue mematikan telpon dari Tanti dan mencoba menelpon
penginapan. Tapi tetap nggak diangkat. Gue kembali menelpon Tanti dengan mode
loudspeaker sembari menyalakan senter di handphone. Sesuatu yang ganjil terjadi
kembali. Ketika gue mengarahkan senter ke langit-langit kamar. Ada sekelebat
bayangan hitam yang bersliweran di posisi yang gue senteri. YA AMPUN! Gue coba
berpikir positif, mungkin itu nyamuk. Nggak lama kemudian ada nyamuk yang
terbang di dekat muka gue. Gue pun langsung refleks mengarahkan senter ke
nyamuk itu. Tapi nggak ada bayangannya di langit-langit kamar. Mampus! Bayangan
apa tadi?!
Nggak lama kemudian, lampu kembali menyala. Gue pun beranjak ke jendela dan memeriksa. Sepertinya penginapan menggunakan genset. Well, setidaknya gue bisa sedikit cooling down sekarang. Kepanikan gue mulai mereda. Gue mulai mengatur nafas gue. Gue kembali ke kasur dan mencoba untuk kembali tidur. Dan sekarang, gue agak sedikit menyesal dengan keputusan gue untuk tidur. Di dalam tidur gue, gue kembali dipertemukan dengan sosok yang berbeda. Sosok itu awalnya terlihat duduk di kursi di depan jendela. Sosok itu menatap gue dengan kebencian. Lagi-lagi gue nggak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Sosoknya adalah perempuan. Dia beranjak dari kursi dan menuju ke arah gue. Gue nggak bisa bergerak. Dia semakin mendekat dan mulai mencekik gue. Gue nggak bisa bernapas. Sesak sekali. Tubuh gue ditindihi lagi. Gue kembali berteriak dalam nama Tuhan Yesus berkali-kali. Namun sosok ini nggak mudah untuk pergi. Gue mulai kehabisan nafas. Gue terus meneriakkan nama Tuhan Yesus. “Gue nggak mau mati di sini!”, pikir gue. Cukup lama gue berusaha melepaskan diri dari cekikannya. Gue berhasil! Ternyata belum selesai. Tubuh gue nggak bisa digerakkan. Rasanya kaku. Gue juga nggak bisa ngomong. Gue mencoba mengucapkan dalam nama Tuhan Yesus dengan mulut gue. Tapi nggak bisa. Gue terus berusaha dan Aaarghhhh!!! Gue bisa bangun dan menggerakkan tubuh gue. Gue langsung berlari ke kamar mandi, mandi dan packing lalu meninggalkan penginapan itu. Sudah cukup semua terormu!
Ikut anyut aku
ReplyDeleteWah anyut kemana om?
DeleteYa Allah serem amaaattt, aku juga tipe orang yg sering ketindihan. Tapi ketindihan di tempat asing akan lebih menakutkan hikz jadi gak bisa istirahat dengan nyaman. Tapi kata orang medi, ketindihan itu disebabkan karena tubuh yg terlalu kelelahan. Entahlah. Kalo ketindihan coba di balik bantalnya, berdoa sangat penting. Dulu ada yg bilang tidurnya jangan telentang, trus aku tidur hadap kanan-kiri tuh, awalnya ampuh, lama-lama tetep ketindihan juga. Hha
ReplyDeleteAku mulai ketindihan waktu tinggal di rumah bude di Solo. Dulu seumur hidur pas di Balikpapan nggak pernah ketindihan. Eh ternyata di rumah bude memang agak spooky, nah sejak itu jadi sekarang kalau di tempat-tempat yang memang ada yg nunggu pasti ketindihan :(
Deleteserem
ReplyDeletebanget!
Deletehahaa.. gw tetep ketawa baca'y.
ReplyDeletetapi mayan serem juga sih cerita lu.
berasa ada di sana win. hiiiii..
Dirimu kan memang gitu orangnya, kalau lihat aku menderita kau bahagia :(
DeleteIntinya semua tempat punya penghunibaik yang terlihat maupun yang bisa dilihat langsung, cuma yang paling penting bagaimana kita bersikap dan tidak takabur.
ReplyDeleteIya bar :(
DeleteSerem banget pengalamannya. Kayaknya saya gak bakal tahan sampe 2 malam
ReplyDeleteKalau saya tahan 2 malam karena kondisi uang mepet, penginapan ini yang paling murah soalnya hahaha
DeleteWindaaaaaa aku merinding bacanyaaaa ðŸ˜ðŸ˜.. amit2 dpt pengalaman gitu, bisa pingsan aku. Itulah makanya win aku ga akan mau traveling sendiri 😂. Mending aku ajak teman drpd hrs sendirian..
ReplyDeleteAku biasanya traveling sendiri juga nggak gini kak. Entahlah kayaknya memang Samosir spesial :D
DeleteNginep di carolina ya? 😛
ReplyDeleteWaduh, saya nggak sebut merk ya. Hehehe
DeleteNama penginapannya apa ya kak kalau boleh tau ? Carolina bukan kak ??
ReplyDeleteEmm, maaf saya nggak berani sebut merek. Agak nggak sopan soalnya kalau nyebut merk di sini. Maaf ya..
DeleteYa ampuuun.... Kaya nonton conjuring ini maaah..
ReplyDeleteAhahaha minus si suster tapinya. Kalau dilihatin penampakan macam si suster gitu, nggak yakin bakal kuat nulisin ke sini ahaha pasti aku pingsan nggak bangun-bangun sampai sekarang
DeleteAnjirr untung engga pingsan win
ReplyDeleteItu kepala udah berat loh, kayaknya kalau malam itu temenku nggak nemenin telponan, gue pasti sudah pingsan deh nggak bisa mengelola rasa takut gue
DeleteAak ngeri amaaat, hiiii
ReplyDeleteHuaaa horror banget ada yg ngetok2 pintu begitu :(
ReplyDeleteBoleh juga , lumayan lah
ReplyDeleteBoleh juga , lumayan lah
ReplyDeleteMistis banget, trus di ikutin gak ampe solo?
ReplyDeletePas lagi baca paragraf yg menegangkan tiba2 HP w bunyi... dan kagetny bukan maen..
ReplyDeleteaaaahhh